A. |
Pemberdayaan
Komunitas Berbasis Kepemilikan Lokal dan Partisipasi Warga Masyarakat |
|||||||
|
Hakikat
Kearifan Lokal Kearifan lokal masyarakat merupakan hasil dari proses adaptasi turun-temurun dalam periode waktu yang sangat lama terhadap suatu lingkungan alam tempat mereka tinggal. Kearifan lokal menjadi tata nilai kehidupan yang terwarisi antargenerasi.
|
|||||||
|
Memahami
Makna Kearifan Lokal Menurut asal kata, kearifan lokal terbentuk dari dua kata, yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hasan Shadily, local berarti ‘setempat’, sedangkan wisdom adalah ‘kebijaksanaan’. Jadi local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Pada dasarnya kearifan lokal mengacu kepada nilai-nilai dalam masyarakat dan keseimbangan alam. Berikut beberapa pengertian kearifan lokal, Klik disini Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh beberapa ahli tersebut, dapatlah kiranya diambil sebuah kesimpulan bahwa kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan komunitas tersebut. Dalam istilah asing, kearifan lokal juga sering dikonsepsikan sebagai kebijakan masyarakat setempat. Hal ini terlihat dalam muatan katanya, yaitu local wisdom (kearifan lokal), local knowledge (pengetahuan lokal), atau local genius (kecerdasan setempat). Istilah kearifan lokal atau local genius ini diperkenalkan pertama kali oleh H. Quaritch Wales pada tahun 1951 (Kahn, 1998). Di mana kearifan lokal ini sangat berkaitan erat dengan kondisi geografis atau lingkungan alam. |
|||||||
|
|
|||||||
|
Ciri-Ciri
dan Fungsi Kearifan Lokal |
|||||||
|
a. |
Ciri-Ciri Kearifan
Lokal Ciri-ciri kearifan
lokal tersebut adalah sebagai berikut (Saragih,2013) |
||||||
|
|
1). |
Mampu bertahan
terhadap budaya luar |
|||||
|
|
2). |
Memiliki kemampuan
mengakomodasi unsur-unsur budaya luar |
|||||
|
|
3). |
Mempunyai
kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli |
|||||
|
|
4). |
Mempunyai
kemampuan mengendalikan |
|||||
|
|
5). |
Mampu memberi arah
pada perkembangan budaya |
|||||
|
|
|
|
|||||
|
|
Adapun karakteristik
kearifan lokal menurut Phongphit dan Nantasuwan adalah sebagai berikut
(Affandy dan Wulandari, 2012) |
||||||
|
|
1). |
Memasukkan
nilai-nilai yang mengajari masyarakat mengenai etika dan nilai moral |
|||||
|
|
2). |
Mengajarkan
masyarakat untuk mencintai alam, tidak merusak alam, dan |
|||||
|
|
3). |
Berasal dari
anggota-anggota tua masyarakat |
|||||
|
|
|
|
|||||
|
b. |
Fungsi Kearifan
Lokal |
||||||
|
|
Menurut Sirtha,
kearifan lokal memiliki berbagai fungsi dan makna sebagai berikut (Mariane,
2014) |
||||||
|
|
1). |
Berfungsi untuk
konservasi dan pelestarian sumber daya alam |
|||||
|
|
2). |
Berfungsi untuk
pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur
hidup, konsep kanda pat rate |
|||||
|
|
3). |
Berfungsi untuk
pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan |
|||||
|
|
4). |
Berfungsi sebagai
petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan |
|||||
|
|
5). |
Bermakna sosial
misalnya upacara integrasi komunal/kerabat serta upacara daur pertanian |
|||||
|
|
6). |
Bermakna etika dan
moral, yang terwujud dalam upacara ngaben dan penyucian roh leluhur, dan |
|||||
|
|
7). |
Bermakna politik,
misalnya dalam upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client |
|||||
|
|
|
||||||
|
Bentuk
Kearifan Lokal di Indonesia Nyoman Sirtha menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam masyarakat dapat berupa nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Kearifan lokal berasal dari warisan nenek moyang yang menyatu dalam kehidupan manusia yang diturunkan dari generasi ke generasi. Adapun menurut Teezi, Marchettini, dan Rarosini (Mariane, 2014) hasil akhir dari sedimentasi kearifan lokal adalah berbentuk tradisi atau agama. Terdapat pendapat lain yang mengklasifikasikan bentuk kearifan lokal ke dalam dua aspek. Bentuk kearifan lokal yaitu berwujud nyata (tangible) dan yang tidak berwujud (intangible) (Azan, 2013). Berikut uraiannya |
|||||||
|
a. |
Berwujud Nyata
(Tangible) |
||||||
|
|
Meliputi beberapa
aspek berikut |
||||||
|
|
1). |
Tekstual, beberapa
jenis kearifan lokal contohnya sistem nilai, tata cara, dan aturan yang
dituangkan dalam bentuk catatan tertulis |
|||||
|
|
2). |
Bangunan/Arsitektural,
contohnya terdapat dalam seni arsitektur rumah adat suku-suku di Indonesia. |
|||||
|
|
3). |
Benda Cagar
Budaya/Tradisional (Karya Seni), contohnya patung, senjata, alat musik, dan
tekstil |
|||||
|
|
|
|
|||||
|
b. |
Tidak Berwujud
(Intangible), contohnya petuah yang disampaikan secara verbal dan seni suara
berupa nyanyian, pantun, cerita yang sarat nilai-nilai ajaran tradisional |
||||||
|
|
|
|
|||||
|
Potensi
Kearifan Lokal di Indonesia Beberapa kearifan lokal yang terdapat dalam masyarakat Indonesia antara lain sebagai berikut |
|||||||
|
a. |
Kearifan lokal
dalam karya-karya masyarakat, misalnya pada seni tekstil di Indonesia.
Masyarakat Jawa memiliki batik yang menjadi ciri khas dan kebanggaan
Indonesia. Tidak hanya motifnya yang indah, namun di balik motif tersebut
tersimpan makna yang mendalam. Motif-motif batik tersebut berisi nasihat, harapan,
dan doa kepada Tuhan. |
||||||
|
b. |
Kearifan lokal
dalam memanfaatkan sumber daya alam, kearifan lokal mengajarkan kita untuk
tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan. Tentunya hal ini bukan tanpa
maksud, melainkan agar keberlanjutan hidup dan diri kita sendiri terus
terjaga |
||||||
|
c. |
Kearifan lokal
dalam mitos masyarakat, mitos terhadap pohon-pohon keramat banyak dijumpai di
berbagai wilayah Indonesia. Disadari atau tidak, mitos ini sangat membantu
keseimbangan alam. Pohon besar secara ilmiah memang menyimpan cadangan air
tanah dan penyedia oksigen. Begitu pun mitos terhadap hewan yang dianggap
keramat turut menyumbang pelestarian hewan dari kepunahan |
||||||
|
d. |
Kearifan lokal
dalam bidang pertanian, nenek moyang kita telah mengembangkan sistem
pertanian yang ramah lingkungan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan,
contohnya sistem pertanian Nyabuk Gunung di Jawa Tengah dan Mitracai di Jawa
Barat |
||||||
|
e. |
Kearifan lokal
dalam cerita budaya, petuah, dan sastra, contohnya suku Melayu terkenal
dengan seni sastranya. Lewat seni sastra suku Melayu menggambarkan kearifan
lokal yang wajib dijunjung tinggi. |
||||||
|
|
|
||||||
|
Hakikat Pemberdayaan Komunitas Secara etimologis, pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang berarti kekuatan atau mengembangkan kemampuan. Pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh daya/kemampuan/kekuatan, atau proses pemberian daya/kekuatan/kemampuan dari pihak yang kurang atau belum berdaya. Berikut pengertian pemberdayaan menurut ahli, klik di sini. Adapun komunitas adalah sekelompok masyarakat yang terikat dalam suatu identitas yang sama. Untuk pengertian komunitas menurut ahli, klik di sini. Sehingga pada hakikatnya, pemberdayaan komunitas menurut Wilkinson (Sadri, 2009) adalah sebuah upaya atau perubahan (kemajuan) yang sengaja (purposive) dilakukan atau dikembangkan oleh para anggota sebuah komunitas itu sendiri, di mana mereka merumuskan masalah, menyusun rencana serta menentukan arah perubahan menurut keyakinan dan persepsi mereka sendiri dan perubahan itu diyakini sebagai perbaikan (improvement) sebagaimana layaknya membangun sebuah bangunan, maka upaya perbaikan tersebut utamanya diarahkan kepada perbaikan dan pengokohan struktur-struktur penopang komunitas yang bersangkutan |
|||||||
|
|
|
||||||
|
Tujuan dan Sasaran Pemberdayaan Komunitas Tujuan dari pemberdayaan komunitas adalah membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian itu meliputi kemandirian bertindak, berpikir, dan mengendalikan apa yang mereka lakukan (Nugroho, 2012). Pemberdayaan komunitas orientasinya menunjuk kepada komunitas yang kurang berdaya atau tidak berdaya. Pemberdayaan juga dapat dilakukan kepada komunitas yang telah berdaya, namun dengan tujuan untuk mengantisipasi terhadap ancaman dan hambatan yang dapat mengubah komunitas itu sendiri. Adapun hal yang ingin dicapai oleh upaya pemberdayaan komunitas adalah pemberian daya atau kekuatan kepada suatu komunitas sehingga menjadi komunitas yang lebih baik |
|||||||
|
|
|
||||||
|
Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Komunitas Ketika suatu pemberdayaan komunitas dilaksanakan, masyarakat dapat mendapatkan keahlian dalam berbagai bidang. Hal ini penting agar tercipta upaya kemandirian sosial maupun kemandirian ekonomi. Berikut pedoman pelaksanaan yang menjadi prinsip-prinsip pemberdayaan komunitas, klik di sini. |
|||||||
|
|
|
||||||
|
Siklus Pemberdayaan Komunitas Pemberdayaan komunitas merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan dan diharapkan terjadi peningkatan kualitas dari satu tahapan ke tahapan setelahnya. Menurut Terry Wilson (Mubarak, 2010), terdapat tujuh tahapan dalam siklus pemberdayaan komunitas yaitu sebagai berikut. |
|||||||
|
a. |
Tahap pertama, keinginan dari masyarakat sendiri
untuk berubah menjadi lebih baik |
||||||
|
b. |
Tahap kedua, masyarakat diharapkan mampu
melepaskan halangan-halangan atau faktor-faktor yang bersifat resistensi
terhadap kemajuan dalam diri dan komunitasnya |
||||||
|
c. |
Tahap ketiga, masyarakat diharapkan sudah bisa
menerima kebebasan tambahan dan merasa memiliki tanggung jawab dalam
mengembangkan dirinya dan komunitasnya |
||||||
|
d. |
Tahap keempat, upaya untuk mengembangkan peran
dan batas tanggung jawab yang lebih luas, hal ini juga terkait dengan minat
dan motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik |
||||||
|
e. |
Tahap kelima, peningkatan rasa memiliki yang
lebih besar menghasilkan keluaran kinerja yang lebih baik. Pada tahap ini
hasil-hasil nyata dari pemberdayaan mulai terlihat |
||||||
|
f. |
Tahap keenam, telah terjadi perubahan perilaku
dan kesan terhadap dirinya, ketika keberhasilan kinerja mampu meningkatkan
perasaan psikologis di atas posisi sebelumnya |
||||||
|
g. |
Tahap ketujuh, masyarakat telah berhasil dalam
memberdayakan dirinya, merasa tertantang untuk upaya yang lebih besar guna
mendapatkan hasil yang lebih baik |
||||||
|
|
|
||||||
|
Tahap-Tahap dan Aktor Pemberdayaan
Komunitas |
|||||||
|
a. |
Tahap-tahap pemberdayaan komunitas Berikut tahap-tahap pemberdayaan komunitas yang
dikemukakan oleh Sulistiyani dalam buku Kemitraan dan Model-Model
Pemberdayaan (2004) adalah sebagai berikut |
||||||
|
|
1). |
Tahap penyadaran dan perilaku menuju kesadaran
dan kepedulian |
|||||
|
|
2). |
Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan
pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan sehingga dapat mengambil peran dalam
komunitasnya |
|||||
|
|
3). |
Peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan
keterampilan sehingga akan terbentuk inisiatif dan kemampuannya yang inovatif
untuk mengantarkan pada kemandirian |
|||||
|
|
|
||||||
|
|
Berikut pendapat Terry Wilson (Mubarak, 2010) |
||||||
|
|
1). |
Awakening atau penyadaran, masyarakat disadarkan
akan kemampuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki serta harapan dan
rencana akan kondisi yang lebih baik |
|||||
|
|
2). |
Understanding atau pemahaman, masyarakat
diberikan pemahaman dan persepsi baru mengenai diri mereka sendiri, aspirasi
dan keadaan umum lainnya |
|||||
|
|
3). |
Harnessing atau memanfaatkan, saatnya mereka
menggunakan dua poin di atas bagi kepentingan komunitasnya |
|||||
|
|
4). |
Using atau menggunakan, menggunakan hasil yang
didapat sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari |
|||||
|
|
|
||||||
|
b. |
Aktor pemberdayaan komunitas |
||||||
|
|
Aktor pemberdayaan komunitas terdiri dari
pemerintah, swasta, dan masyarakat. Kegiatan dari ketiga aktor tersebut perlu
dirancang untuk memberikan kontribusi sehingga terbentuk kemitraan yang
diharapkan. Berikut tabel peran aktor pemberdayaan komunitas (Sulistiyani
(2004) dalam Saraswati (2014)). |
||||||
|
|
No. |
Aktor |
Peran dalam pemberdayaan |
Bentuk output peran |
Fasilitasi |
||
|
|
1. |
Pemerintah |
·
Menetapkan kebijakan ·
Formulasi ·
Implementasi ·
Monitoring ·
Evaluasi |
Kebijakan, misalnya dalam menetapkan peraturan dan penyelesaian
sengketa |
Dana, jaminan, alat, teknologi, manajemen, dan edukasi |
||
|
|
2. |
Swasta |
Kontribusi pada formulasi, implementasi,
monitoring, dan evaluasi |
Konsultasi dan rekomendasi kebijakan, investasi |
Dana, alat, teknologi, tenaga terampil, dan
sangat terampil |
||
|
|
3. |
Masyarakat |
Partisipasi dalam setiap kegiatan |
Sara, kritik, dan dukungan terhadap kebijakan.
Bisa juga menjadi objek, dan partisipan |
Tenaga terdidik, tenaga terlatih, setengah
terdidik, dan setengah terlatih |
||
|
|
|
|
|
|
|
||
|
|
|
||||||
|
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pemberdayaan Komunitas Menurut Sumaryadi (2005) dalam Mubarak (2010), ada delapan faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberdayaan komunitas yaitu. |
|||||||
|
a. |
Kesediaan suatu komunitas untuk menerima
pemberdayaan bergantung pada situasi yang dihadapi |
||||||
|
b. |
Adanya pemikiran bahwa pemberdayaan tidak untuk
semua orang, dan adanya persepsi dari pemegang kekuasaan dalam komunitas
tersebut bahwa pemberdayaan dapat mengorbankan diri mereka sendiri |
||||||
|
c. |
Ketergantungan adalah budaya, dengan keadaan
masyarakat yang sudah terbiasa dengan hierarki, birokrasi, dan kontrol
manajemen yang tegas sehingga membuat mereka terpola dalam berpikir dan
berbuat dalam rutinitas |
||||||
|
d. |
Dorongan dari pemimpin setiap komunitas untuk
tidak mau melepaskan kekuasaannya, karena inti dari pemberdayaan adalah
berupa pelepasan sebagian kewenangan untuk diserahkan kepada masyarakat |
||||||
|
e. |
Adanya batas pemberdayaan, terutama terkait
dengan siklus pemberdayaan kemampuan dan motivasi setiap orang berbeda-beda |
||||||
|
f. |
Adanya kepercayaan para pemimpin komunitas untuk
mengembangkan pemberdayaan dan mengubah persepsi mereka tentang anggota
komunitasnya |
||||||
|
g. |
Pemberdayaan tidak kondusif bagi perubahan yang
cepat |
||||||
|
h. |
Pemberdayaan membutuhkan dukungan sumber daya
(resource) yang besar, baik dari segi pembiayaan maupun waktu |
||||||
|
|
|
||||||
|
Demikian upaya pemberdayaan diharapkan akan
berhasil apabila ada partisipasi dari pemerintah sebagai stakeholder dan
peran aktif dari masyarakat itu sendiri |
|||||||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar