CINTA SANG PERAWAT

Konten [Tampil]

Nama panjangku Cahaya Cinta, aku biasa dipanggil dengan sebutan Cinta. Namun, ada juga sahabatku yang memanggilku dengan panggilan si Neng Sipit, maklum mataku agak oriental.

Aku seorang perawat di salah satu rumah sakit swasta yang ada di Sukabumi. Nasibku boleh dibilang sangat baik, karena setelah 6 bulan lulus D3 dari jurusan keperawatan, aku tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan pekerjaan, suatu berkah dan anugerah dari Allah SWT.

Hampir setahun lebih aku bekerja di rumah sakit tersebut. Banyak suka dan duka yang telah aku rasakan, mulai dari merawat orang karena kecelakaan, ibu melahirkan, anak anak, orang tua, sampai  sempat "ditembak" sama salah satu pasien. Bukannya terharu malah sebaliknya terhura alias tertawa.

Namun, hampir dua bulan ini rumah sakit tempat aku bekerja, situasinya sangat-sangat berbeda. Maklum, hampir merata di seluruh rumah sakit yang ada di Indonesia, pelayanan terhadap pasien diperketat dalam penanganannya, hal ini tiada lain karena sedang ada pandemi wabah virus-19 atau yang dikenal dengan virus Corona.

Aku yang biasa hanya cukup menggunakan masker, tapi sekarang ini diharuskan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), mulai jas anti air, kaca mata, penutup kepala, sepatu bot, tak lupa masker standar rumah sakit. Jangan tanya bagaimana rasanya, yang jelas sangat gerah, karena selama hampir berjam- jam para tim medis tidak dibolehkan melepaskan APD tersebut.

Setiap hari ada saja pasien yang dikategorikan sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Bahkan setelah pandemi ini berjalan hampir 2 bulan, rumah sakit tempat saya bertugas ini untuk pertama kalinya harus menerima pasien yang dikategorikan sebagai Pasien positif Covid-19.

Pelayanan semakin diperketat, para pasien rawat jalan pun tak luput dari protap pemeriksaan yang super ketat. Sampai-sampai sampai jadwal junjungan pun ditiadakan.

Dengan adanya pasien pertama yang positif Covid-19, membuat semua tim medis, mulai dokter sampai para perawat, tak terkecuali aku sendiri, mulai cemas, takut, dan khawatir, tertular virus yang menurut para ahli virus yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan virus-virus yang lain.

Setelah adanya pasien pertama yang terjangkit virus Corona, pihak manajemen rumah sakit secara mendadak melakukan rapat tertutup untuk menentukan siapa dokter dan perawat yang pas untuk menanganinya.

Setelah melalui musyawarah yang panjang, yang  dilakukan oleh tim manajemen rumah sakit, akhirnya diputuskanlah bahwa ada dua dokter yang akan menangani khusus pasien ini. Sementara Aku adalah suster yang akan merawat pasien yang positif Corona tersebut.

Mendengar keputusan itu, aku sedikit terdiam dan jujur takut. Bagaimana tidak takut, aku akan merawat pasien yang positif Covid-19, dimana virus ini sungguh sangat mematikan.

Namun, teringat akan sumpah janji seorang perawat, aku jawab tantangan itu dengan lapang dada. Aku mencoba membuang rasa takut tersebut dengan selalu dikir, dan selalu tersenyum.

Tibalah dihari pertama dimana aku harus merawat pasien yang terkena Covid-19 tersebut. Pasien itu ditempatkan di kamar 23, sebuah  ruangan isolasi khusus dengan penjagaan yang super ketat.

Di hari pertama, jujur aku sangat takut dan gugup merawat pasien ini. Namun, demi kemanusiaan dan sumpah janji, rasa takut dan gugup itu entah kenapa hilang dari diriku.

Dihari pertama sebagai suster, aku memperkenalkan diri kepada pasien, dari mulai nama sampai pada tugas dan kewajiban   aku sebagai suster. Dan hak serta larangan pasien selama menjadi pasien di ruang isolasi.

Saat aku memperkenalkan diri, kulihat gelang kertas melingkar ditangannya tertulis pasien 01, Rausyan Fikri. Kelihatannya sih Usianya tidak jauh berbeda denganku, namun wajahnya cukup berkarakter dan punya aura yang dalam, berbeda dengan aku yang kata orang wajahnya masih kayak anak anak.

Dengan memakai APD lengkap tanpa terlihat wajah, aku memperkenalkan diri. "Perkenalkan, nama saya Cahaya Cinta. Mas boleh panggil saya dengan nama panggilan Cinta, atau boleh juga Neng Sipit", kataku pada pasien itu.
"Iya, terima masih", jawab dia dengan singkat.


Aku tidak tanya siapa namanya, karena bagiku cukup tahu dari gelang yang dipakai ditangannya, perkara benar atau salah  itu bukan masalah bagi salah.

Badan pasien ini cukup stabil, tidak terlihat kalau di dalam tubuhnya ada virus Corona. Mungkin inilah yang disebut dengan OTG alias Orang Tanpa Gejala.

Hari demi hari terus berlalu, tidak terasa sudah hampir satu pekan aku merawat Mas Rausyan sebagai pasien yang terpapar Corona. Dalam sepekan itu, kami banyak sekali saling tukar menukar pengalaman hidup kami berdua.

Ternyata Mas Rausyan adalah seorang Pemilik sebuah restoran ternama di Jakarta. Selain pemilik dari restoran tersebut, Beliau juga sekaligus sebagai salah satu  Master Chefnya  di restoran miliknya.

Bagi aku sendiri, sering komunikasi dan mengakrabkan adalah salah satu treatment bagi pasien, agar pasien memiliki ketegaran dan terhibur. Karena seperti diketahui tidak ada waktu jenguk untuk keluarga pasien Corona.

Menurut ceritanya Mas Rausyan ini telah memiliki seorang tunangan, dan dalam waktu yang tidak lama lagi Ia akan melangsungkan pernikahan. Rencananya Mas Rausyan dengan tunangannya akan menikah pada Minggu depan, namun gara-gara terkena Covid-19, pernikahan itu diundur waktunya.

Aku jujur sangat sedih mendengar ceritanya. Momen bahagianya tertunda hanya karena Corona.

Masuklah pada hari yang ke delapan. Seperti biasa mulai pagi aku mengecek keadaan pasien. Dan Alhamdulillah dihari kedelapan ini pasien kelihatannya mulai membaik.

Saat aku memeriksa tekanan darahnya, tiba tiba pasien ini bertanya,
"Kamu nggak takut meriksa pasien yang kena virus corona?"
"Takut pasti ada, tapi ini sudah menjadi tanggung jawab dan tugas saya", jawab saya dengan keyakinan.
"Terima kasih telah merawat saya", balas dia.
Aku pun sedikit memberikan semangat, "Bapak tidak usah takut, harus semangat, insyaallah dengan penanganan yang baik bapak akan sembuh".
"Sekali lagi terima kasih, Sus", ucapnya.


Tidak terasa perawatan terhadap pasien Corona ini sudah masuk hari kesebelas. Dan aku berharap pasien akan segera sembuh dan terlepas dari virus Corona.

Akupun masuk ke ruangan isolasi untuk pemeriksaan jam pertama, dan ternyata pasien sudah berdiri di depan jendela sambil memegang HP di tangannya. Aku berfikir dia sudah membaik, tapi saat aku mendekati dia untuk diperiksa, ternyata pasien ini menangis. Sontak saja akupun bertanya-tanya kenapa pasien ini bisa menangis.

Dengan pelan-pelan aku mencoba bertanya kepadanya ada apa dengan keadaan pasien ini.

"Pak Rausyan, anda baik-baik saja kan?", Tanya aku dengan sedikit takut salah
"Bapak, nggak usah sedih, tinggal 3-4 hari lagi Bapak akan segera keluar dari rumah sakit ini, dan mudah mudahan hasil tes akhir di hari keempat belas nanti,  bapak dinyatakan negatif", lanjut aku

"Sus, Alhamdulillah saya merasa sudah sangat baik, mungkin ini karena suster merawat saya dengan begitu baik, ramah, sopan, dan mudah mudahan ikhlas", jawab dia dengan air mata yang masih tersisa.
"Bukan penyakit ini yang membuat saya sedih, tapiii ...", sedikit tertahan
"Tapi tunangan saya memutuskan untuk membatalkan acara pernikahannya, dan yang membuat saya semakin sedih, dia bukan hanya membatalkan tapi juga memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan saya", lanjut dia.


Mendengar cerita itu aku hanya bisa mengelus dada, dan hanya bisa memberikan kata-kata semangat saja.
"Bapak, yang sabar yah", ucap aku.
"Yang penting Bapak segera sembuh dan terbebas dari virus Corona", lanjut saya


Aku bisa merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Pak Rausyan. Seseorang yang seharusnya memberikan semangat paling depan dan pertama, eh malah membuat pa Rausyan semakin terpuruk. Tapi alhamdulilah sih, pa Rausyan cukup kuat dan tegar menghadapi situasi ini. Terus terang aku sangat salut kepadanya.

Akhirnya, tiba dihari keempat belas. Di mana hari terakhir pasien menjalani masa perawatannya. Dan menurut kabar hasil tes kedua pasien atas nama Pak Rausyan, akan keluar pada hari keempat belas ini. Dan jika negatif maka dapat dipastikan pasien bisa pulang dan melakukan istirahat lanjutan secara mandiri di rumah. Dan tentu saja akupun bisa istirahat.

Saya dan kedua dokter yang menangani Pak Rausyan bergegas menuju ke kamar 23, di mana Pak Rausyan dirawat. Kami bertiga masuk dengan perlengkapan lengkap pelindung diri dengan membawa secarik kertas berisi hasil tes kedua pasien.
"Assalamualaikum, Bapak?", Tanya salah satu dokter.
"Waalaikum salam, iya dok, iya sus", jawab dia dengan sedikit agak tegang. 
Kemudian dokter melanjutkan ucapannya, "Begini Pak Rausyan, hari ini ditangan saya ada hasil tes kedua Bapak, dan ....", Dokter tiba-tiba menghentikan ucapannya.
Pak Rausyan semakin bingung, bimbang dan mungkin ketakutan.
"Dan apa, dok "? tanya dia dengan wajah kebingungan. 
"Ayo dong Dok dan apa, ...jangan buat saya ketakutan", lanjut dia

Dengan suara gembira kedua dokter itu pun melanjutkan, "Alhamdulillah hasilnya negatif, dan Bapak dinyatakan sembuh dan terbebas dari virus Covid-19", ucapnya

Dengan bahagia yang tidak bisa ditahan, Pak Rausyan sangat gembira mendengar ucapan dokter itu. Ia pun tak lupa langsung sujud syukur.

"Terima kasih Ya Allah, terima kasih Dokter telah merawat saya dengan sabar dan ikhlas, semoga menjadi amal baik buat dokter", ucap pak Rausyan dengan mata terharu.
"Baik, sekarang Bapak bisa berisitirahat di rumah saja, alias bisa pulang. Mohon maaf jika kami merawat Bapak belum memberikan pelayanan yang terbaik. Semoga sehat selalu", kata dokter sambil meninggalkan ruangan.


Kedua dokter telah meninggalkan ruangan, dan aku pun harus membereskan semua perlengkapan yang selama ini digunakan di ruangan itu.

Namun, tiba tiba Pak Rausyan berucap,
"Terima kasih Suster Cinta alias Suster Sipit. Kamu telah merawat saya dengan penuh kesabaran. Saya yakin kamu wanita yang sangat baik, beruntung sekali orang yang mendapatkan hatimu, meskipun sampai di hari keempat belas ini saya tidak tahu wajah suster. Sekali lagi terima kasih, mudah mudahan suatu saat nanti saya bisa bertemu dan bisa membalas kebaikan suster", kata dia
"Saya juga minta maaf. Semoga Bapak sehat selalu dan bisa melanjutkan rencana Bapak yang tertunda", jawab saya

Saya pun meninggalkan ruangan kamar 23 itu.

------30 Hari Kemudian-----

"Permisi, Bu" tanya seorang pengunjung
"Iya, ada yang bisa kami bantu, Pak?" Jawab petugas administrasi
"Saya mau ketemu dengan Suster Cinta atau Suster Cahaya", jawab saya.
"Kalau boleh tahu, Bapak siapanya Suster Cinta", tanya lagi petugas administrasi
"Saya temannya", jawab saya lagi.
"Ooh...Maaf yah, Pak. Suster Cinta saat ini tidak bertugas, Kebetulan Suster Cinta sedang  dirawat" , ucap petugas administrasi
"Di rawat ?", Tanya pengunjung itu lagi
"Iya", jawabnya
"Kalau boleh tahu, sakit apa yah", tanya pengunjung itu lagi dengan penasaran
"Maaf, kami tidak bisa menyampaikannya ke Bapak, ini prosedur", jawab petugas administrasi.


Akhirnya pengunjung itu meninggalkan meja administrasi. Baru lima langkah dari meja administrasi, tiba tiba seorang dokter menegurnya.
"Pak, Rausyan?", tanya dokter itu
"Iya, pak", tanya pengunjung itu
"Kok dokter tahu nama saya?", Kata pengunjung itu lagi.
"Oh, iya, saya dokter yang merawat Bapak waktu itu. Mungkin gak kenal, karena waktu itu saya menggunakan masker, jadi gak keliatan wajahnya", ucap dokter
"Sudah sehat ?", Tanya dokter lagi
"Iya Alhamdulillah dokter", jawab Pak Rausyan.
"Ada keperluan apa Pak Rausyan di sini?", Lanjut tanya dokter itu
"Tadinya saya mau ketemu Suster yang merawat saya waktu itu, saya hanya mau mengucapkan terima kasih, tapi sayang katanya dia sedang dirawat, jadi nggak bisa dikunjungi", ucap pak Rausyan.
"Maksud pak Rausyan, Suster Cinta ?", Tanya dokter itu
"Iya dok, suster Cinta atau Cahaya", jawab pak Rausyan
"Begini Pak Rausyan, emang betul suster Cinta sedang dirawat", ucap dokter
"Kalau boleh tahu, sakit apa yah dok?", Tanya pak Rausyan
"Seperti Anda", jawab dokter dengan singkat
"Maksudnya, Suster Cinta ....kena juga?", Tanya pak Rausyan lagi.
"Iya....setelah lima hari Bapak keluar dari rumah sakit ini, pihak rumah sakit melakukan tes Covid-19, dan hasilnya Suster Cinta satu-satunya tenaga medis di sini yang terkena. Memang di tes pertama Dia negatif, tapi di tes yang kedua,  suster Cinta positif Covid-19. Sekarang dia sedang dirawat di kamar 23, tempat Anda dulu di rawat. Sekarang sudah masuk hari kelima. Doakan saja", kata dokter .


Pak Rausyan terkejut mendengar cerita dokter itu, Dia hanya termenung dan berucap dalam hatinya.
"Ya Allah, kuatkan dia dan sehatkan dia"
Diapun tak lama kemudian meninggalkan rumah sakit.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar