Sekarang ini warga plus enam dua alias mayarakat Indonesia sedang diramaikan dengan munculnya fenomena Citayam Fashion Week. Sebuah fenomena yang memanfaatkan kawasan elit Jakarta, yakni kawasan SCBD atau singkatan dari Sudirman Central Business District.
SCBD yang biasanya lebih banyak dilalui oleh mereka-mereka yang bekerja sebagai pegawai atau karyawan profesional, tapi sekarang kawasan tersebut banyak didatangi oleh anak-anak muda alias remaja yang mengenakan pakaian kekinian dan nyentrik untuk kepentingan ngonten. Alhasil unggahan konten mereka menjadi viral dan menjadi suatu fenomena bernama Citayam Fashion Week. Dan sosok yang membuat viralnya fenomena Citayem Fashion Week ini adalah Bonge dan Jeje.
Ternyata fenomena Citayam Fashion Week berawal dari para remaja, yang berkumpul di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, hanya untuk sekadar nongkrong dan mencari hiburan dengan mengenakan fashion atau outfit yang nyentrik. Hingga konsep catwalk ala model profesional terealisasikan, untuk memenuhi kebutuhan konten di sosial media.
Menariknya remaja yang berkumpul di kawasan tersebut secara dominan berasal dari daerah penyangga Ibu Kota, yakni Citayam, Bojonggede, dan Depok, sehingga kepanjangan dari Sudirman Central Business District tersebut kemudian diplesetkan oleh banyak orang dengan nama yang baru yaitu Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depok.
Citayam Fashion Week, telah membuat semua orang tertuju pada fenomena itu, dan menjadi pusat perhatian banyak orang, mulai dari para selebritas, model profesional, hingga tokoh politik ikut juga merasakan jalan di zebra cross yang dijadikan ajang catwalk ala Citayam Fashion Week.
Citayam Fashion Week, Sebuah Subkultur
Bisa dikatakan para remaja yang berkumpul di kawasan elit Jakarta itu merupakan sekelompok orang yang memiliki prilaku yang berbeda dengan kelompok orang yang biasa berada di kawasan itu.
Menurut ilmu sosiologi, subbudaya atau subkultur adalah sekelompok orang yang memiliki perilaku dan kepercayaan yang berbeda dengan kebudayaan induk mereka. Subbudaya dapat terjadi karena perbedaan usia, ras, etnisitas, kelas sosial, jenis kelamin, dan/atau gender anggotanya, dan dapat pula terjadi karena perbedaan estetika, agama, politik, dan seksual; atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Anggota dari suatu subbudaya biasanya menunjukan keanggotaan mereka dengan gaya hidup atau simbol-simbol tertentu. Karenanya, studi subbudaya sering kali memasukkan studi tentang simbolisme (pakaian, musik dan perilaku anggota sub kebudayaan), dan bagaimana simbol tersebut diinterpretasikan oleh kebudayaan induknya.
Jika suatu subbudaya memiliki sifat yang bertentangan dengan kebudayaan induk, subbudaya tersebut dapat dikelompokan sebagai kebudayaan tandingan.
Maka para remaja di Citayam Fashion Week kemungkinan sebagai kelompok dari kelas sosial yang berbeda, yang memiliki simbol terutama gaya pakaian mereka, serta menjadi "kelompok tandingan" buat kelompok induk mereka yang selama ini mungkin memandang sebelah mata kepada mereka.
Pro Kontra Citayam Fashion Week
Munculnya pro kontra Citayam Fashion Week bukan tanpa alasan. Yang awalnya hanya ajang untuk happy dan fun saja buat para remaja, namun sekarang banyak muncul permasalahan.
Adanya penggunaan zebra cross yang menjadi ciri khas di Citayam Fashion Week ini dianggap menyalahi aturan. Kemacetan yang parah sering terjadi disitu. Banyaknya sampah yankawasang berserakan yang selama ini kawasan elit itu dikenal kawasan bersih. Belum lagi para remaja yang meramaikan SCBD tersebut terkadang tidur sembarangan sehingga membuat ketidaknyamanan bagi pengguna jalan lainnya.
Dan yang paling menyita perhatian serta munculnya kekhawatiran adalah ajang Citayam Fashion Week ini terindikasi dijadikan sebagai "panggung" Bagi eksistensi keberadaan kaum LGBT di Indonesia, yang tentu saja keberadaan mereka sudah lama menjadi pemicu konflik di kalangan sebagian besar masyarakat Indonesia.
Perlukah Citayem Fashion Week?
Apabila Citayam Fashion Week ini menjadi ajang kreativitas anak-anak muda, tentu saja ini baik sekali untuk diarahkan. Tapi jika fenomena ini dijadikan panggung bagi aktifitas terlarang oleh Kelompok-kelompok yang selama ini memang dilarang, tentu ini juga harus mendapat perhatian yang serius.
Pro kontra itu jelas pasti ada dan itu harus disikapi dengan bijak. Saya setuju dengan beberapa pemerhati yang mengatakan bahwa Citayam Fashion Week tetap harus diberi ruang tentunya dengan format yang lebih tertata. Misalnya waktu pelaksanaannya, tempatnya, tetap menjaga nilai dan norma, tidak dijadikan panggung politik, panggung kelompok terlarang, hingga yang tidak boleh dilupakan adalah memberikan edukasi kepada pengunjung agar lebih memperhatikan dan mau menjaga lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar