5 Situasi Anak yang Membuat Guru Sedih

Konten [Tampil]

Dalam tulisan kali saya ingin bercerita sedikit tentang kesedihan saya sebagai guru saat dihadapkan dengan situasi anak didik yang tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan, bahkan bisa juga muncul merasa menyesal dalam diri saya. 

5 situasi yang membuat guru sedih


Pertama, saat anak punya keinginan untuk kuliah, tapi kondisi keluarga yang jauh dari kecukupan.

Situasi seperti ini bukan satu atau dua kasus yang saya hadapi, tapi banyak anak anak yang memiliki keinginan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan tinggi, namun terhalang kondisi ekonomi.

Kedua, situasi ketika anak tidak sekolah gara-gara tidak ada biaya dan terpaksa harus membantu kedua orang tuanya bekerja

Terkadang hanya bisa menarik nafas ketika mendengar anak didik mengucapkan perkataan itu. Saya sebagai guru hanya bisa memberikan semangat, padahal anak itu sudah pasti membutuhkan materi untuk bisa sekolah.

Ketiga, hampir sama dengan kasus yang nomor dua, yaitu ingin berhenti sekolah karena benar-benar tidak ada biaya sama sekali

Ketika berkunjung ke rumah seorang anak, sebatas home visit dan hanya ingin menanyakan kenapa tidak pernah sekolah, hati benar-benar sedih karena jawaban dari orang tuanya yang sangat menusuk, yakni jangankan untuk sekolah, untuk biaya sehari-harinya saja, mereka benar-benar kesulitan.

Lagi-lagi saya hanya bisa diam, sedih, dan menarik napas panjang-panjang. Kok aneh disaat pemerintah mewajibkan pendidikan 12 tahun, justru mereka tidak bisa melanjutkan sekolah gara-gara tidak ada biaya.

Keempat, sedih sesaat setelah marah kepada anak-anak.

Namanya juga manusia, guru juga manusia, pasti ada lelahnya, capeknya, dan tentunya ada juga marahnya. Belum lagi ditambah kondisi di luar sekolah, yang membuat kondisi badan dan pikiran guru semakin menjadi lemah dan rapuh. Dan lama kelamaan, kondisi seperti itu kalau dibiarkan bisa menjadi kemarahan dengan objeknya para siswa.

Ketika marah terkadang lupa dengan perasaan anak yang dimarahinya, baru terasa sedih sesaat setelah saya marah. Disitulah saya merasa bersalah dan menyesal dengan apa yang telah saya lakukan. Tapi saya selalu mencoba sesegera mungkin untuk meminta maaf.

Kelima, sedih ketika melihat anak didik yang tiba-tiba menangis.

Situasi kelima yang membuat saya sedih adalah sering melihat anak-anak yang tiba tiba menangis ketika bercerita tentang keluarganya. Entah sedang menceritakan bagaimana sosok bapaknya atau bagaimana cara berkomunikasi dengan ibunya.

Saya hanya mampu berdiri sebagai mentor saja buat anak anak yang sedang menghadapi situasi seperti itu, lebih banyak mendengarkan keluh kesah mereka. Sesekali menyampaikan pengalaman yang sama kepada mereka sebagai tanda bahwa banyak di luar sana yang juga memiliki keadaan yang sama. Mereka aja kuat, kenapa kalian enggak.

Itulah beberapa situasi yang jujurly membuat saya selalu sedih dan seperti ingin berteriak keras, kenapa semua ini terjadi pada mereka. Tapi itulah mungkin yang membuat saya menjadi lebih sadar, bahwa jangan hanya melihat kemampuan pengetahuan saja dari anak anak itu, tapi ada yang jauh lebih penting yakni seberapa peka, respect kita terhadap kondisi psikologis mereka. Sesekali tanya apa yang kalian inginkan, bukan menuntut apa yang harus mereka akukan.

Tulisan ini saya tulis sebagai renungan, instropeksi diri buat saya, agar jauh lebih baik untuk kedepannya.

Salam menjadi guru hebat.

3 komentar: