Sepanjang Apapun Alur Ceritanya, Pasti Ada Ujungnya

Konten [Tampil]

Setiap orang sedang berada pada fasenya masing-masing, bagi penggemar PSG mungkin sekarang ini sedang berada pada di fase puncak bahagia karena tim kesayangannya udah dinobatkan sebagai Rajanya Tim Eropa. Begitu juga bagi penggemar Barcelona, Liverpool, Napoli, Bayern Munich atau Persib Bandung yang juga sedang berada di fase bahagia karena klub kebanggaannya sudah mampu menjadi jawara di liganya masing-masing.



Tapi mungkin ada juga penggemar sepakbola yang sekarang ini sedang berada di fase yang kurang baik-baik saja atau sedih, misalnya penggemar Arsenal yang telah dua kali berturut-turut hanya merasakan kegembiraan sebagai runner-up. Pendukung Inter Milan yang kembali harus kecewa karena nggak bisa menyaksikan tim kebanggaannya menjuarai Liga Champions tahun ini. Atau yang paling sakit mungkin penggemar Manchester United alias Setan Merah, yang harus melihat tim kesayangannya nggak mampu berbuat banyak, udah di urutan 17 klasemen akhir, eh kalah lagi di final Liga Eropa saat lawan Tottenham Hotspur. Udah jatuh tertimpa tangga.. he he.

Tapi semua itu nggak seberapa sakitnya, jika dibandingkan dengan guru-guru yang hari ini sedang berada di fase lagi seneng-senengnya bercanda tawa sama anak-anak, eh malah mau ditinggalin, karena anak-anaknya harus meninggalkan sekolahnya untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi. Ibarat lagi asyik-asyiknya nonton Film Series, eh malah muncul to be continue.

Mungkin ceritanya nggak sehebat Film Mission Impossible, nggak sehoror Film Pabrik Gula, dan nggak sesedih Film Kuch Kuch Hota Hai. Tapi Cerita saya dengan anak-anak ini mengalahkan semua cerita tadi. Kisah dalam film-film tadi mungkin jalan ceritanya hanya paling lama 3 jam, itu pun film Bollywood yang khas dengan adegan tari-tariannya. Alur ceritanya inilah yang membedakan antara alur cerita Saya bersama anak-anak dengan alur cerita film-film yang biasa diputar di televisi atau bioskop-bioskop.

Bayangin, panjang ceritanya hampir kurang lebih 3 tahun. Semua adegan ada, mulai adegan nangis-nangisan kaya film di Indosiar, adegan tarung kayak film action Hollywood, adegan drama cinta segitiga ala-ala film korea, adegan mesra-mesraan kayak di film Bollywood, hingga adegan horor dan marah-marah seperti khas film-film Indonesia.

Namun, sepanjang dan selama-lamanya cerita pasti ada ujungnya. Begitupun cerita kami bersama anak-anak MA Raudlotul Ulum, yang harus segera mengakhiri cerita kami di saat kami belum mau mengakhiri ceritanya. Biarkan rindu melanda, dan disaat itulah kita bikin cerita film kembali dengan alur cerita yang pendek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar