Cinta dan Sahabat (Part III)

Konten [Tampil]

Cerita sebelumnya. .. .

Mendengar ucapan Bintang, Aku semakin sesek, karena sepertinya Bintang tidak tahu kalau Mahaputra pun mengirimkan surat yang sama, bahkan isinya pun sama.

Cinta dan Sahabat


Matahari benar-benar sudah terbenam, dan suara adzan magrib pun telah kami dengar, kami berdua mengakhiri percakapan kami dan meninggalkan tempat menuju arah yang yang berbeda.

Baca Juga : Cinta dan Sahabat


-------++++--------

Tidak terasa dua tahun sudah aku menjalani hidup di negeri dimana ayah dan ibuku pernah tinggal, yakni negara Sakura alias Jepang. Aku tinggal di negara yang terkenal dengan bunga sakuranya ini sebagai mahasiswa yang mendapatkan beasiswa S2.

Dan hanya empat pekan lagi aku akan meninggalkan negara Jepang ini. Ada rasa sedih karena akan meninggalkan kenangan terindah, namun juga ada rasa bahagia, karena tentu saja aku akan pulang ke tanah kelahiranku, Indonesia, dan pastinya akan bertemu dengan kekuargaku dan para sahabat.

Aku bersyukur banget bisa mendapatkan kesempatan beasiswa ini, selain tidak semua orang bisa mendapatkannya, tetapi Tuhan seperti merasakan hatiku yang pada saat itu sedang berada pada situasi yang sulit. Di mana harus menjawab sebuah pertanyaan yang sebenarnya tidak mau mendengarnya.

Sekarang aku nggak tahu bagaimana kabarnya Mahaputra dan Bintang. Kalau Bintang sudah pasti kecewa, karena aku tidak menjawab pertanyaannya pada saat reunian dua tahun lalu itu. Sementara Mahaputra, bener bener hilang kontak, kalau dihitung-hitung mungkin udah enam tahun lebih kami tak bertemu.

Akhirnya Pulang... 

Akhirnya tiba juga waktunya, di mana aku harus meninggalkan kota yang indah dengan saljunya ini. Semua barang-barang, baik yang aku bawa dulu dari Indonesia dan barang-barang yang aku sengaja beli di Jepang, semuanya sudah dikemas dengan rapi.

Meski penerbangan sekitar 3 jam-an lagi, aku memutuskan untuk berangkat ke bandara lebih awal. Aku berpikir tak ada salahnya jika aku lebih awal berangkatnya ke bandara. "Nggak apa-apa kalau Aku harus lama menunggu", begitu kataku didalam hatiku.

Sambil menunggu pesawat yang akan membawaku kembali ke Indonesia, aku memilih membaca buku novel yang menjadi hobbiku. Sembari membaca buku, agar nggak ngantuk akupun memesan beberapa makanan dan minuman.

Entah karena apa, gelas yang berisi air, yang berada tepat di samping kananku terjatuh dan tumpah ke lantai. Saat aku akan mengambil gelas yang jatuh itu dan kembali berdiri, aku dikejutkan dengan seseorang yang lewat di depanku, kira-kira 10 meteran jaraknya dari aku berdiri. Pria itu berjalan cepat menuju boarding pass, dari postur dan gerak tubuhnya seperti orang yang selama ini aku tunggu kabarnya, yaitu Mahaputra. Tapi hatiku bergumam, "ah, impossible".

Suara pemberitahuan dengan dua bahasa, Jepang dan Inggris, akhirnya terdengar, bahwa seluruh penumpang pesawat dengan penerbangan ke Jakarta, Indonesia, sudah bisa melakukan boarding pass.

Selamat tinggal Osaka, aku akan merindukanmu, sebuah kalimat yang aku ucapkan dari bibirku bersamaan dengan take-off pesawat yang aku tumpangi.

Awalnya aku biasa saja dengan penumpang pesawat yang ada di belakangku. Baru setelah balik dari toilet dan aku melewati kursinya, aku benar-benar terkejut, karena aku melihat sebuah buku novel yang bertuliskan "Pilih Sahabat atau Cinta", yang berada tepat di samping kursi pesawat pria tersebut.

Betul-betul memunculkan tanda tanya besar dalam benakku, apakah kejadian ini hanya kebetulan semata, atau mungkin orang yang ada di belakang kursiku itu ada kaitannya denganku. "Entahlah, aku nggak mau terlalu overthinking ", begitu kata hatiku

Namun, kejadian itu membuat pikiranku jadi nggak bisa diam, pikiranku jadi kemana-mana, bahkan kejadian enam tahun lalupun kembali hadir dalam pikiranku. Karena nggak mau larut pada peristiwa tersebut, kualihkan saja dengan tidur.

Dia Kembali... 

Setelah sekian lama terbang, akhirnya pesawat yang aku tumpangi mendarat juga di Bandara Internasional Indonesia. "Welcome Home, Indonesia". Setelah hampir dua tahun, alhamdulillah sekarang kembali menginjakan kaki di tanah tercinta.

Kebahagiaanku karena akan kembali bertemu dengan keluarga tiba-tiba berhenti, seperti mesin waktu yang berhenti bergerak. Bagaimana nggak kaget, saat aku akan berjalan menuju pintu keluar, entah sekenario Tuhan atau bukan, ada seorang pria tepat di sampingku lalu berucap, "apa kabar, Ra".

Napasku menjadi lambat, begitu juga dengan detak jantungku, pijakan kaki seperti mau ambruk, pegangan tanganpun ikut lemas. Kedua mataku berkaca-kaca, apakah air mata kebahagiaan atau kesedihan, aku juga nggak tahu.

"Alhamdulillah, aku baik-baik saja", jawabku sambil memandang ke arah pria itu.

"Ra, kamu pasti kaget, kenapa tiba-tiba saya ada dihadapanmu sekarang", ucap Mahaputra kepadaku.

"Sejak di Tokyo, saat berkunjung ke KBRI, dan secara tidak sengaja melihat nama-nama warga negara Indonesia yang tinggal di Jepang. Aku kaget ada nama kamu, Sakura Kireina" Kata Mahaputra

Lalu Mahaputra melanjutkan ceritanya, "Aku sempat mencari alamat kamu, tapi tidak pernah ketemu", lanjut dia

"Karena takdir Tuhan aku bisa bersua kembali hari ini", ucap Ia.

Antara percaya dan tidak, setelah enam tahun berpisah, aku bisa bertemu kembali dengan Mahaputra, sosok pria yang kharismatik, rendah hati, ramah dikala bicara, dan santun dalam bersikap.

"Kamu kenapa nggak datang di reunian waktu itu? " Tanyaku

"Bagiku dengan tidak datang ke reunian itu, akan cukup memberikan kebahagiaan pada sahabat kita", Jawabnya

"Maksudmu Bintang", tanyaku

Jawaban itu seperti tahu kalau Bintang pada saat itu akan mengutarakan isi hatinya kepadaku. Jadi dia memilih untuk tidak datang dan cukup menitipkan pesan dan ucapan selamat.

Mahaputra pun melanjutkan ceritanya, "Bagaimana kabarnya, Bintang? ", tanya Ia

Menerima pertanyaan itu aku sungguh kaget, lagi-lagi sepertinya banyak cerita sebenarnya yang belum diketahui oleh Mahaputra

Dengan pelan dan hati-hati, aku pun mencoba menceritakan tentang cerita di acara reunian dua tahun lalu.

"Waktu itu Bintang datang dan memberikan buku novel kepadaku, dan Ia juga menitipkan pesan dari kamu". Ucapku

"Ia juga meminta jawaban dari pertanyaan yang ia sampaikan kepadaku, dan kamu pasti tahu pertanyaannya", lanjutku

"Waktu itu aku tidak menjawab pertanyaannya, karena aku nggak tahu dengan perasaanku saat itu. Bintang juga nggak tahu kalau kamu juga menanyakan hal yang sama", kataku

"Jadi.... ", tanya Bintang dengan nada penasaran

" Iya, aku tidak memberikan keputusan pada saat itu, bahkan sampai sekarang", jawabku

"Kamu juga kenapa tidak pernah jujur pada Bintang", tanyaku lagi

"Saat di perpisahan waktu itu, Bintang bilang kepadaku kalau Ia suka sama kamu, ..... Bintang nggak tahu apa yang ada dalam hatiku saat Ia mengatakan itu", jawabnya

"Baru setelah sebulan kita lulus, aku memberanikan diri menyampaikan surat dan buku novel itu kepadamu", tambahnya

"Bagiku ketika cinta dipilih, maka ada kemungkinan persahabatan akan ditinggalkan. Namun, saat persahabatan yang dipilih, cinta akan selalu tumbuh di dalam persahabatan itu", begitu ucapnya

Ia juga melanjutkan ucapannya, "Aku lebih memilih sahabat dan merelakan cinta, karena jika aku memilih cinta akan sangat sulit mendapatkan sahabat. Namun, jika aku memilih sahabat, aku yakin cinta akan lahir dari sahabat itu sendiri".



Tanpa jeda ia terus menjelaskan kenapa waktu itu seolah-olah lebih baik pergi dari kehidupan aku dan Bintang, Ia lebih mengorbankan cintanya dibandingkan harus menanggalkan persahabatan yang telah lama dibangun jauh sebelum aku hadir di tengah-tengah mereka.

"Terkadang cinta datang dan perginya tanpa direncanakan", kata dia

"Berbeda dengan sahabat, sahabat itu dibangun dari kecil dan dari bawah, pasti akan sedih ketika apa yang sudah kita bangun, runtuh hanya karena cinta yang datang secara tiba-tiba", lanjut ia

Mendengar ucapan-ucapan itu, aku hanya bisa nangis, dan tidak tahu aku harus ngomong apa lagi. Tapi sekarang aku tahu alasannya kenapa waktu reunian dulu Mahaputra nggak datang. 



Baca Juga : Cinta dan Sahabat (Part II)

Karena sudah terlalu kama kami ngobrol, sementara keluarga di rumah sedang menunggu, aku putuskan untuk mengakhiri pembicaraan dengan Mahaputra.

Dengan sedikit mata berkaca-kaca, lalu aku ucapkan, "Terima kasih sudah mau kembali hadir dihadapanku, dan mudah mudahan skenario Tuhan akan mempertemukan kita kembali di waktu dan situasi yang bahagia".

Tanpa adanya jawaban dari surat yang Mahaputra kirimkan, akhirnya kami berdua berpisah di bandara dan pulang ke arah yang berbeda.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar